PERSEROAN TERBATAS ( PT )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa suatu kegiatan usaha ditinjau dari segi
hukumnya ada dua, yaitu yang berbadan
hukum dan yang tidak berbadan hukum seperti usaha dagang atau UD. Sementara
salah satu usaha yang berbentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas atau
sering disingkat dengan PT.
Sebagai
calon ekonom masa depan, sepatutnyalah bagi kita untuk mengetahui sedikit
banyaknya tentang PT disamping memenuhii kewajiban sebagai mahasiswa tentunya
dalam menyelesaikan materi Perseroan Terbatas untuk Mata Kuliah Pengantar Hukum
dan Etika Bisnis.
B.
Permasalahan
C.
Tujuan
Pembahasan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perseroan Terbatas dan Dasar Hukum
Perseroan
Terbatas (Limited Liability Company,
Naamloze Vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk
usaha bisnis. Yang dimaksud dengan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia
adalah suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian antara 2 (dua)
orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham – saham. Suatu perseroan terbatas biasanya
dengan mudah dikenali dalam praktek, yakni dengan membaca singkatan PT di depan
namanya. Misalnya PT Cantik Indah Bagus (DR.
Munir Fuady, 2012 : 36)
Berdasarkan
pasal 1 UUPT No. 40/2007 pengertian Perseroan Terbatas (Perseroan) adalah badan
hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
Sementara
Ir. Harmaizar Z menyebutkan bahwa Perseroan Terbatas atau PT adalah bentuk badan usaha yang berbentuk
badan hukum, didirikan oleh 2 orang atau lebih berdasarkan akta pendirian yang
dibuat oleh pejabat pemerintah atau notaries, dan telah memperoleh pengesahan
dari Mentri Kehakiman dan HAM serta telah melaksanakan wajib daftar perusahaan
dan telah diumumkan dalam tambahan berita negara. (Menggali Potensi Wirausaha ;
hal. 195)
Dahulunya,
tentang perseroan terbatas ini diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang.
Akan tetapi, ketentuan tentang perseroan
terbatas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut kemudian tidak berlaku
lagi setelah adanya Undang – Undang Perseroan Terbatas, yang merupakan undang –
undang yang khusus mengatur tentang perseroan terbatas tersebut.
Di samping itu,
apabila perseroan terbatas tersebut merupakan perusahaan public atau perusahaan
yang go public, maka terhadapnya berlaku
juga Undang – Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
Jika perseroan
terbatas tersebut merupakan badan usaha milik Negara (BUMN), maka terhadapnya
berlaku pula berbagai aturan yang khusus mengatur tentang BUMN tersebut. Dan
apabila perseroan terbatas tersebut berupa perusahaan yang didalamnya ada modal
asing atau yang disebut dengan perusahaan penanaman modal asing (PMA), maka
berbagai peraturan perundang-undangan tentang penanaman modal asing berlaku
pula terhadapnya.
Ciri
– ciri Perseroan Terbatas adalah :
·
Memiliki
harta kekayaan sendiri dan terpisah dari
kekayaan pribadi para pemegang saham.
·
PT bertanggung
jawab penuh terhadap pihak ketiga, sedangkan para pemegang saham bertanggung
jawab terbatas sebesar nilai saham yang telah disetorkan.
·
Jika salah satu pemegang
saham meninggal, perusaan tetap berjalan.
·
Saham dan
piutang dapat diwariskan
·
Pembagian
keuntungan sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki.
·
Merupakan bentuk
badan usaha asosiasi modal.
·
Mempunyai
komisaris yang berfungsi sebagai pengawas jalannya perusahaan.
·
Mempunyai
perbedaan fungsi antara pemegang saham ddan direksi.
·
Kekuasaan
tertinggi berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
B. Jenis – Jenis Perseroan Terbatas
Ada beberapa jenis perseroan terbatas, yaitu :
1. PT
Tertutup ( Private )
PT Tertutup diatur dalam UU Nomor 1 tahun 1995 serta tata
cara pelaksanaannya. PT tertutup disebut juga PT biasa.
2. PT
PMDN ( Penanaman Modal Dalam Negri )
Merupakan suatu bentuk usaha badan hukum yang telah
berdiri atau waktu bedirinya telah mendaftarkan dan memperoleh persetujuan dari
Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mendapatkan PMDN. Ketentuan mengenai hal
ini diatur dalam UU Nomor 12 tahun 1970 tentang Penanaman Modal dalam Negri.
3. PT
PMA ( Penanaman Modal Asing )
Merupakan suatu bentuk usaha badan hukum yang telah
berdiri atau waktu berdirinya telah mendaftarkan dan memperoleh persetujuan
dari Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk mendapatkan fasilitas PMA.
Ketentuan mengenai PT PMA diatur dalam UU Nomor 11 tahun 1970.
4. PT
Terbuka atau Peruusahaan
Publik
Merupakan perseroan terbatas yang telah melakukan
penawaran umum sesuai peraturan perundang – undangan di pasar modal. Ketentuan
mengenai PT Terbuka diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal.
5. PT
Perseroan
Merupakan badan usahan yang seluruh atau sebagian
modalnya milik negara yang terpisah dari kekayaan negara.peraturan pemeriontah
tentang PT Persero ada dalam UU Nomor 12 tahun 1998 tentang PT Persero.
C. Organ Perseroan
Terbatas
PT sebagai
subyek hukum pendukung segala hak dan kewajiban tidak dapat bertindak sendiri.
Badan hukum menjadi subyek hukum bukan secara alamiah, melainkan ditentukan
oleh hukum yang dibuat manusia melalui lembaga yang berwenang untuk itu. Oleh
karena itu, PT perlu dilengkapi dengan organ atau alat perlengkapannya supaya
dapat berfungsi sebagai subyek hukum seperti manusia
Organ
Persroan Terbatas tersebut terdiri dari :
1. RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham)
RUPS
merupakan organ PT yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam sebuah PT. RUPS ini
terdiri dari para pemegang saham sebagai satu kesatuan. Tentunya di dalam RUPS
tersebut terdapat pemegang saham terbanyak (pemegang saham mayoritas) dan
pemegang saham yang menguasai saham dalam jumlah kecil sehingga tidak memiliki
kekuasaan mayoritas (pemegang saham minoritas). Pemegang saham mayoritas dapat
mendominasi keputusan-keputusan RUPS, karena itu UUPT memberikan beberapa
pembatasan tertentu untuk melindungi pemegang saham minoritas dalam rangka
mewujudkan keadilan. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada
direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT atau Anggaran
Dasar. Jadi, kekuasaan RUPS cukup besar, misalnya mengangkat dan memberhentikan
direksi dan komisaris.
2. Direksi
Direksi
atau pengurus PT adalah organ yang mengurus PT sehari-hari yang diangkat RUPS.
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan
tujuan perseroan serta mewakili perseroan terbaik di dalam maupun di luar
pengadilan.
3. Komisaris
Komisaris
atau pengawas PT adalah organ yang bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi
dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat kepada direksi. Komisaris
juga diangkat dan bertanggung jawab kepada RUPS.
Karena
disamping organ direksi ada organ komisaris, maka sistem seperti ini sering
disebut dengan sistem ‘ dewan ganda’ (two tier board)
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
a. Hakikat
Dan Wewenang
Di atas telah dikemukakan bahwa
perseroan pada hakikatnya adalah badan hukum dan wadah perwujudan kerjasama
para pemegang saham (persekutuan modal). Hakikat ini berakibat bahwa demi
kelangsungan keberadaannya perseroan mutlak membutuhkan organ yaitu RUPS di
mana para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya
untuk menentukan kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan,
direksi yang oleh UUPT ditugaskan mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan
komisaris yang oleh UUPT ditugaskan melakukan pengawasan serta memberi nasehat
kepada direksi.
Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut
struktur organisasi perseroan misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan,
peleburan, pemisahan, pembubaran dan likuidasi perseroan, hak dan kewajiban
para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan pembagian atau penggunaan
keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang RUPS.
Dikatakan
bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan
kekuasaan perseroan secara De Facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam
anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan
RUPS. Tetapi perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar
pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.
b. Pengaturan
Oligarkis Dan Hak Suara
Pengaturan oligarkis adalah
pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Saham prioritas adalah
jenis saham yang lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu
berkaitan dengan hal ikhwal perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang
mengikat dalam hal pengangkatan anggota direksi dan dewan komisaris.
Berkaitan
dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan
adanya ketentuan dalam anggaran dasar perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota
direksi dan dewan komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui
oleh jenis saham tertentu (saham prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak
veto kepada jenis saham tertentu, hal mana bertentangan dengan hak RUPS untuk
sewaktu-waktu memberhentikan mereka.
Pengaturan
hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham pada dasarnya
dapat dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada pemegang saham
oleh UUPT agar dapat menjaga kepentingannya sebagaimana ia kehendaki, sehingga
pemegang saham pada dasarnya bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara
pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu perjanjian hak suara. Walaupun
perjanjian tersebut membatasi kebebasan pemegang saham, tetapi sungguhnya
kebebasan itu tetap ada.
Pemegang saham yang telah membuat
perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan hak suaranya sebagaimana ia
kehendaki. Juga apabila ia mengeluarkan suaranya tidak sesuai dengan perjanjian
hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia telah melanggar perjanjian yang
bersangkutan dan oleh karena itu cidera janji. Ini penting diperhatikan,
terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak jarang dalam hal gadai saham, kepada
pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk mengeluarkan suara atas saham-saham
yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud tidak dapat meniadakan
hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa dapat hadir
sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena hukum akan
membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara. Kenyataan ini
bersumber pada ketentuan bahwa hanya
pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak suara tidak
dapat dialihkan terlepas dari pemilikan saham.
2. Direksi
Direksi ditugaskan dan oleh karena
itu bewenang :
a. mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha
perseroan.
b. Mengelola kekayaan perusahaan.
c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.
Tugas
dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang
setiap anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung
renteng yang diatur dalam pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas dan wewenang
direksi dibatasi oleh peraturan undang-undang, maksud dan tujuan perseroan dan
pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar. Sehubungan dengan pembatasan-pembatasan
yang mengikat direksi tersebut di atas UUPT dengan tegas dan jelas mengatur
bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai akibat keluar yaitu
bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau Dewan
Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum
tersebut beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh
praduga itikad baik yang merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.
Tanggung jawab tersebut bersumber pada dua kenyataan
yaitu : perseroan adalah subyek hukum dan perseroan sebagai ciptaan hukum
adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang ditugaskan untuk
menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan pasal 98
ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan.
Tugas tersebut melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk
senantiasa menjaga dan membela kepentingan perseroan. Kelalaian dalam
melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap anggota direksi secara
tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi
menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak
dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan.
RUPS
selaku organ yang satu-satunya berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota
direksi. Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi perlu diperhatikan
bahwa hubungan anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi merupakan bagian
yang essensial dari perseroan dan di lain pihak anggota direksi mempunyai
hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan kerja dengan perseroan
karena anggota direksi bukanlah karyawan perseroan.
3. Komisaris
a. Tugas
Dan Wewenang
Dewan Komisaris adalah organ
pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum perseroan Anglo-Amerika.
Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan bagi setiap
perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi,
jalannya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha
perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai
peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran dasar menentukan bahwa
perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan komisaris,
persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan
dipercayakan kepada dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan
kepentingan satu atau beberapa orang pemegang saham.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 85
ayat (4) UUPT yang melarang anggota dewan komisaris untuk bertindak selaku
kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam pengurusan perseroan kedudukan direksi
dan dewan komisaris adalah setara.
b. Tanggung
Jawab Dewan Komisaris
Tanggung jawab dewan komisaris mirip
dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah bahwa tanggung jawab dewan
komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan pengurusan yang
dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung
jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan.
Tanggung jawab dewan komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung
jawab ke dalam.
Mengingat tugas dewan komisaris
adalah melakukan pengawasan, maka dewan komisaris bertanggung jawab atas
pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali setahun
pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan
kerugian yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung
jawab seperti halnya direksi. Hal tersebut ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang
mengatur bahwa setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab secara tanggung
renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas kewajiban (utang) perseroan
yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena kesalahan atau
kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang
dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam pasal 115 ayat (2) bahwa
tanggung jawab tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah
tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan anggota direksi yang karena
kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan perseroan
dinyatakan pailit.
c. Pengangkatan
Dan Pemberhentian Dewan Komisaris
Dewan direksi diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris mempunyai hubungan ganda dengan
perseroan, karena sebagai organ secara ia merupakan bagian essensial perseroan
dan selain itu ia mempunyai hubungan kontraktual dengan perseroan sebagai badan
hukum mandiri. Hubungan kontraktual dewan komisaris dengan perseroan tidak
melahirkan hubungan kerja. Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan.
RUPS sebagai organ yang secara ekslusif mempunyai kewenangan mengangkat anggota
dewan komisaris, senantiasa dan sewaktu-waktu berhak memberhentikan mereka.
Dikatakan bahwa RUPS mempunyai
kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan kekuasaan perseroan
secara De Facto, secara ekslusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar dan
pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi
perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak
termasuk wewenang RUPS.
B.
Prosedur Pendirian Perseroan
Terbatas
a.
Tahap Akta Notaris
Akta notaris diperlukan untuk merumuskan akta pendirian
perseroan yang di dalamnya terdapat anggaran dasar perseroan tersebut. Akta
pendirian perseroan terbatas harus dibuat secara otentik atau tidak boleh
dibuat di bawah tangan dan harus dibuat oleh pejabat pemerintah yaitu notaris
itu sendiri. Menurut UU tahun 1995 pasal 12 tentang perseroan terbatas, bahwa
pendirian PT harus memuat anggaran dasar dan keterangan lain.
Pada tahap ini, nama perseroan yang definitif harus sudah
ada, yang berarti nama perseroan twerbatas tersebut harus sudah di-reserve
terlebih dalu dari departemen kehakiman. Pengajuan untuk untuk mendapatkan
persetujuan pemakaian nama perseroan diajukan oleh para pendiri, direksi
perusahaan ataupun kuasanya.
Untuk menghindari terjadinya penolakan dalam pengajuan permohonan
pemakaian nama perseroan perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyebabkan
ditolaknya pemakaian nama tersebut. Beberapa ketentuan ditolaknya pemakaian
nama perseroan jika :
·
Telah dipergunakan oleh perseroan lain.
·
Bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
·
Mirip dengan nama perseroan lain yang telah lebih dulu
mendaftar.
·
Mirip dengan nama “merek” terkenal.
·
Terdiri dari rangkaian angka dan atau angka.
·
Terdiri dari huruf yang tidak membentuk makna.
·
Mirip atau adanya kesan keterkaitan dengan lembaga
pemerintah.
Modal perseroan terdiri dari Modal Dasar, Modal yang
Ditematkan, dan Modal yang disetorkan. Pada saat pendirian di depan notaris
ini, minimal 25 % dari modal dasar sudah harus ditempatkan dan disetor.
b. Tahap Pengesahan
dan Persetujuan
Setelah menyelesaikan pada tahap akta notaris, akta
pendiriran perseroan haruslah diajukan kepada Menteri Kehakiman untuk
mendapatkan pengesahannya sebagai suatu badan hukum.
Proses untuk mendapatkan pengesahan dan perssetujuan
dilakukan oleh para pendiri atau kuasanya berdasakan surat kuasa. Pengesahan
dan persetujuan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktur Jendral
hukum dan perundang – undangan.
Persyaratan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan
pengesahan akta pendirian perseroan harus melampirkan :
·
Satu salinan akta pendirian perseroan bermatrai.
·
Data akta pendirian yang dibuat dan ditandatangani oleh
notaris di atas kertas bermatrai sesuai dengan contoh.
·
Bukti setoran modal dari bank.
·
Fotokopi nomor pokok wajib pajak perseroan.
·
Bukti pembayaran uang muka pengumuman akta pendirian
perseroan dalam tambahan berita negara dari dari kantor percetakan negara
republik Indonesia.
·
Bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak untuk
pelayanan jasa hukum.
·
Fotokopi surat persetujuan penanaman modal dari badan
koordinasi penanaman modal khusus bagi perseroan dengan fasilitas penanaman
modal.
·
Fotokopi keputusan Mentri Keuangan tentang penetapan
modal perseroan.
·
Fotokopi peraturan pemerintah yang menjadi dasar
pendirian PT Persero khusus untuk PT Persero.
·
Fotokopi izin prinsip pendirian Bank dari Mentri
Keuangan, khusus bidang perbankan.
c. Tahap Pendaftaran
dalam Daftar Perusahaan
Tahap ini dilakukan setelah anggaran dasar dari perseroan
yang bersangkutan disahkan oleh pihak yang berwenang. Pada tahap ini,
perusahaan atau perseroan tersebut harus didaftarkan dalam daftar perusahaan.
Ketentuan tentang pendaftaran perusahaan diatur dalam UU
nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Adapun tata pelaksanaan
diatur dalam keputusan Mentri Prindustrian dan Perdagangan RI nomor
12/MPP/Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.
Setiap PT yang telah mempperoleh pengesahan atau
persetujuan dari Menteri Kehakiman harus melaksanakan Wajid Daftar Perusahaan
paling lambat 30 hari setelah memperoleh pengesahan atau persetujuan.
Pendaftaran dilakukan oleh pendiri atau direksi atau
kuasanya dengan menunjukkan surat kuasayangsah kepada Kepala Kantor Pendaftran
Perusahaan ( KPP ) Tingkat II di tempat kedudukan perusahaan. Tata cara
pendaftran dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh KPP dan kemudian
melampirkan dokumen – dokumen seperti:
·
Asli dan fotokopi akta pendirian PT yang memperoleh
pengesahan atau persetujuan oleh Menteri Kehakiman dan Ham.
·
Asli dan fotokopi akta perubahan pendirian perusahaan
bila ada.
·
Asli dan fotokopi keputusan pengesahan sebagai badan
hukum.
·
Fotokopi KTP atau paspor direksi.
·
Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
d. Tahap Pengumuman
dalam Tambahan Berita Negara
Hal ini merupakan tahap terakhir dalam proses mendirikan
suatuu porseroan. Tujuan dari dilaksanakan prose ini adalah untuk memenuhi
unsur keterbukaan kepada masyarakat.
Setelah pendaftaran dalam daftar perusahaan dan
pengesahan dalam berita negara, maka suatu perseroan telah sempurna berdiri serta
setiap tindakan yang dilaksanakan merupakan tanggung jawab dari perseroan
tersebut.
C.
Modal dan Saham Perseroan Terbatas
Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana tanggung
jawab para pemilik modal dalam perseroan terbatas, ada baiknya kita lihat
sedikit tentang jenis modal dalam perseroan terbatas.
Modal dasar merupakan modal
keseluruhan perseroan seperti yang dicantumkan di dalam anggaran dasar.
Modal yang ditempatkan adalah
sebagian atau seluruh dari modal dasaryang telah diperuntukkan atau
dijatahkepada pemegang saham tertentu.
Modal yang disetor adalah modal yang
telah ditempatkan dan diperuntukkan untuk pemegang saham tertentu dan telah
disetor penuh oleh pemegang saham tersebut.
Modal dasar perseroan seluruhnya terbagi dalam sejumlah
saham. Saham merupakan kertas berharga yang digunakan sebagai tanda bukti bahwa
pemiliknya ikut penyertaan modal ke dalam suatu perseroan (Supramono, 2007 : 55)
Dari segi kepemilikannya saham bibagi menjadi dua macam. Pertama saham atas nama, yaitu saham
yang di dalamnya tercantum nama pemiliknya. Kedua
saham atas tunjuk, yaitu saham yang tidak tercantum nama pemiliknya, dan
berlaku azas siapa yang memperlihatkan saham tersebut dianggap sebagai
pemiliknya.(Gatot Supramono, 2009 : 112)
Karena pada prinsipnya pihak pemegang saham adalah pemilik
dari perseroan tersebut, maka ada beberapa hak yang diberikan oleh hukum kepada
para pemegang saham (Munir Fuady, 2012 : 40). Di antara hak para pemegang aham
adalah :
D.
Tanggung Jawab Pemegang Saham
Peraturan mengenai Perseroan Terbatas diatur didalam Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”). Di dalam UU PT mengatur mengenai
tanggung jawab pemegang saham dalam Perseroan Terbatas.
Menurut Pasal 3 ayat (1) UU PT, pemegang saham
Perseroan Terbatas (“Perseroan”) tidak bertanggung jawab secara pribadi atas
perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas
kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan di dalam pasal ini
mempertegas ciri dari Perseroan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab
sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan
pribadinya.
Namun, masih ada kemungkinan pemegang saham harus
bertanggung jawab hingga menyangkut kekayaan pribadinya berdasarkan Pasal
3 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa ketentuan di dalam Pasal 3 ayat
(1) tidak berlaku apabila:
a)
persyaratan
Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b)
pemegang
saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c)
pemegang
saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Perseroan; atau
d)
pemegang
saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan
menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Selain itu berkaitan dengan masalah likuidasi, menurut
Pasal 150 ayat (5) UU PT pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil
likuidasi secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah
tagihan. Kewajiban untuk mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi tersebut
wajib dilakukan oleh pemegang saham apabila dalam hal sisa kekayaan hasil
likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor
yang belum mengajukan tagihannya.
Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Perseroan Terbatas yang baru menyatakan Perseroan didirikan oleh
2 (dua) orang atau lebih dengan Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa
Indonesia. Pasal 7 ayat (5) menyatakan, setelah Perseroan memperoleh status
badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut,
pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada
orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
Selanjutnya ayat
(6) menyatakan, bahwa bila jangka waktu tersebut telah lampau, pemegang saham
tetap kurang dari 2 (dua) orang, maka pemegang saham bertanggung jawab secara
pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan dan atas permohonan pihak
yang berkepentingan Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
Perikatan dan
kerugian Perseroan yang menjadi tanggung jawab pribadi pemegang saham adalah
perikatan dan kerugian yang terjadi setelah lewat waktu 6 (enam) bulan
tersebut. Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah kejaksaan
untuk kepentingan umum, pemegang saham, Direksi, Dewan Komisaris, karyawan
Perseroan, kreditor, dan/atau pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.
E.
Pembubaran Perseroan Terbatas
Perseroan dapat dibubarkan dengan alasan – alasan tertentu,
yaitu :
Salah satu alas an pembubaran
perseroan adalah berdasarkan keptusan RUPS. Proses menuju pembubaran tersebut
berawal dari adanya usul organ perseroan.
Pasal 144 ayat (1) UUPT tahun 2007
menyatakan bahwa direksi, dewan komisaris, atau minimal satu pemegang saham
yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.
Setelah RUPS dapat mengambil
keptusan pembubaran, maka pembubaran dimulai semenjak ditetapkan dalam
keputusan RUPS ( Gatot Supramono, 2009 : 289 ).
Suatu perseroan terikat dengan
jangka waktu tertentu sebagaimana pernyatan pada awal pendiriannya. Oleh karena
itu, saat jangka waktu tesebut telah habis maka perseroan harus dibubarkan.
Namun begitu, sebelum jangka waktu tersebut habis, perseroan bisa memperpanjang
jangka waktu tetapi harus melalui keptusan RUPS.
Pembubaran suatu perseroan juga
dapat terjadi karena adanya penetapan pengadilan. Pengadilan menetapkan
pembubaran suatu perseroan karena beberapa hal. Pertama atas permohonan kejaksaan. Hal ini disebakan perseroan
melanggar ketertiban umumda melakukan perbuatan
yang melanggar undan – undang. Kedua
atas permohona pihak yang berkepentingan atau pihak ketiga. Ketiga atas permohona pemegang aham,
direksi, atau dewan komisaris.
DAFTAR
PUSTAKA
Supramono, Gatot, 2009. Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta : PT
Djambatan
Harmaizar Z, Ir, dkk,2006. Menggali Potensi Wirausaha Entrepreneur dan
Intrapreneur, Jakarta : CV Dian Anugrah Perkasa
Fuady, Munir, DR., SH., M. H.,
LL. M., 2012. Pengantar Hukum Bisnis
Menata Bisnis Modern di Era Global, Jakarta : PT Citra Adtya Bakti
Madura, Jeff, 2007.
Introduction to Business ;Pengantar
Bisnis Edisi 4, Jakarta : Salemba Empat
di 'berdasarkan penetapan pengadilan' bgian klimat trakhir 'permohonan' nya lpa n tu.....
BalasHapusJudul lain isinya lain gmana ya
BalasHapus